Dinilai Bermasalah, KPK dan Pemerintah Benahi Izin Usaha Pertambangan
JAKARTA (TopNews) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM menggelar rapat koordinasi penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Rapat koordinasi ini digelar dalam rangka tindak lanjut penyelesaian penataan IUP bertempat di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Rapat yang digelar secara terbuka ini, dihadiri Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Fredi Haris, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, lembaga swadaya masyarakat, dan perwakilan masyarakat sipil.
Dirjen AHU Kemenkumham, Fredi Haris, mengatakan kacaunya IUP mencederai hak-hak negara. Ia mengatakan sudah lama sadar ada hak negara di balik penunggakan IUP.
"Kami siap memblokir," kata Fredi dalam rapat koordinasi di Gedung KPK, Rabu (6/12/2017).
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, IUP masih bermasalah. Kekisruhan IUP ini di antaranya disebabkan oleh data yang tak terintegrasi satu sama lain. Mulai dari berbagi data pertambangan, perusahaan, dan beneficial ownershipnya.
"Selanjutnya kami akan bakukan data satu peta informasi, kami keroyok untuk membenahi ini," kata Pahala.
Usai rapat koordinasi, Pahala menyebutkan ada lima kesimpulan yang akan ditindaklanjuti. Pertama, penataan IUP akan diselesaikan berbasis propinsi. Rekomendasi IUP yang sudah terlambat akan diselesaikan oleh tim bersama. Berdasarkan catatan yang ada, rekomendasi IUP yang sudah terlambat sebanyak 130 di Kalimantan Tengah, 8 di Aceh, dan 17 di Jawa Barat.
Kedua, untuk Surat Keputusan yang sudah habis dan non-CnC, per 31 Desember mendatang secara serentak akan dihentikan pelayanan ekspor impornya oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Bagi entitas yang bermasalah atau ada kewajiban, kedua direktorat ini akan saling berbagi informasi.
Kemudian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan turun ke propinsi untuk menyelesaikan IUP yang non CnC, tumpang tindih, atau sengketa.
Kesimpulan terakhir adalah akan ada klarifikasi untuk tagihan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut catatan, ada Rp 4,3 triliun yang masih belum dibayar.
Klarifikasi tunggakan ini akan diselesaikan bersama. Bagi perusahaan yang sudah tidak beroperasi tidak menggugurkan kewajibannya. Untuk perusahaan yang berganti nama guna menghindari kewajiban, akan dilacak siapa beneficial ownershipnya. (syam/TN)
Rapat yang digelar secara terbuka ini, dihadiri Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Fredi Haris, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, lembaga swadaya masyarakat, dan perwakilan masyarakat sipil.
Dirjen AHU Kemenkumham, Fredi Haris, mengatakan kacaunya IUP mencederai hak-hak negara. Ia mengatakan sudah lama sadar ada hak negara di balik penunggakan IUP.
"Kami siap memblokir," kata Fredi dalam rapat koordinasi di Gedung KPK, Rabu (6/12/2017).
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, IUP masih bermasalah. Kekisruhan IUP ini di antaranya disebabkan oleh data yang tak terintegrasi satu sama lain. Mulai dari berbagi data pertambangan, perusahaan, dan beneficial ownershipnya.
"Selanjutnya kami akan bakukan data satu peta informasi, kami keroyok untuk membenahi ini," kata Pahala.
Usai rapat koordinasi, Pahala menyebutkan ada lima kesimpulan yang akan ditindaklanjuti. Pertama, penataan IUP akan diselesaikan berbasis propinsi. Rekomendasi IUP yang sudah terlambat akan diselesaikan oleh tim bersama. Berdasarkan catatan yang ada, rekomendasi IUP yang sudah terlambat sebanyak 130 di Kalimantan Tengah, 8 di Aceh, dan 17 di Jawa Barat.
Kedua, untuk Surat Keputusan yang sudah habis dan non-CnC, per 31 Desember mendatang secara serentak akan dihentikan pelayanan ekspor impornya oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Bagi entitas yang bermasalah atau ada kewajiban, kedua direktorat ini akan saling berbagi informasi.
Kemudian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan turun ke propinsi untuk menyelesaikan IUP yang non CnC, tumpang tindih, atau sengketa.
Kesimpulan terakhir adalah akan ada klarifikasi untuk tagihan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Menurut catatan, ada Rp 4,3 triliun yang masih belum dibayar.
Klarifikasi tunggakan ini akan diselesaikan bersama. Bagi perusahaan yang sudah tidak beroperasi tidak menggugurkan kewajibannya. Untuk perusahaan yang berganti nama guna menghindari kewajiban, akan dilacak siapa beneficial ownershipnya. (syam/TN)
Dinilai Bermasalah, KPK dan Pemerintah Benahi Izin Usaha Pertambangan
Reviewed by samsul huda
on
December 07, 2017
Rating:
Post a Comment