Pengamat Ekonomi Indef: KPK Harus Tuntas Mengejar Aset Obligator BLBI
JAKARTA (TopNews) - Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seluruh pengambil kebijakan dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Hal itu diperlukan karena eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafrudin Arsyad Temenggung yang saat ini ditahan KPK, merupakan satu di antara pengambil kebijakan.
"Kasusnya sebenarnya sudah terlihat, bukti juga sudah ada. Tinggal diperiksa saja seluruh pengambil kebijakan saat itu," kata Bhima di Jakarta, Kamis ( 28/12/2017).
Ia mengatakan, kebijakan penerbitan SKL saat itu dinilai mengada-ada dan tidak berdasar. Sehingga, perlu adanya penyidikan dan penyelidikan terhadap mereka yang mengambil kebijakan berikut obligator atau penerima dana BLBI.
Pihaknya mendukung KPK atas pemeriksaan Wakil Presiden ke 11 RI Boediono sebagai saksi dari tersangka Syafrudin A Temenggung. Boediono merupakan Menteri Keuangan pada 2004 yang berkaitan langsung dengan BLBI.
Setidaknya dari 21 nama obligator yang mendapat dana BLBI, masih ada di Indonesia dan menjalankan usahanya secara lancar. Beberapa di antaranya, kata Bhima, diketahui telah mengembangkan bisnisnya secara luas dan tidak membayar kewajibannya untuk membayar utang.
Ia memprediksi jika 21 obligator itu dirampas asetnya untuk negara, maka setidaknya negara dapat menyita Rp 1.000 triliun.
"Prediksinya jika uang yang dipakai dari BLBI kemudian dikembangkan menjadi bisnis yang lain, maka nilainya bisa menjadi Rp 1.000 triliun. Ya mencapai segitu. Tapi ini baru prediksi sementara," katanya.
KPK diminta harus dapat menelusuri dana BLBI yang sudah dipakai oleh para peminjam dana itu. KPK harus mengejar aset para obligator tersebut, kapanpun dan dimanapun.
Namun begitu, dia mengatakan hal ini akan sulit dilakukan. Mengingat, dana BLBI sudah lama dikucurkan dan alirannya, tidak akan mudah ditemui.
"Harus kerja sama dengan kementerian keuangan dan juga PPATK. Memang sulit, tapi bisa dilakukan," tukas Bhima.
Jika, hal itu sama sekali tidak dilakukan, maka negara akan terus membayar utang BLBI sampai jatuh tempo pada 2043 mendatang termasuk dengan bunga yang diberikan. (syam/TN)
Hal itu diperlukan karena eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafrudin Arsyad Temenggung yang saat ini ditahan KPK, merupakan satu di antara pengambil kebijakan.
"Kasusnya sebenarnya sudah terlihat, bukti juga sudah ada. Tinggal diperiksa saja seluruh pengambil kebijakan saat itu," kata Bhima di Jakarta, Kamis ( 28/12/2017).
Ia mengatakan, kebijakan penerbitan SKL saat itu dinilai mengada-ada dan tidak berdasar. Sehingga, perlu adanya penyidikan dan penyelidikan terhadap mereka yang mengambil kebijakan berikut obligator atau penerima dana BLBI.
Pihaknya mendukung KPK atas pemeriksaan Wakil Presiden ke 11 RI Boediono sebagai saksi dari tersangka Syafrudin A Temenggung. Boediono merupakan Menteri Keuangan pada 2004 yang berkaitan langsung dengan BLBI.
Setidaknya dari 21 nama obligator yang mendapat dana BLBI, masih ada di Indonesia dan menjalankan usahanya secara lancar. Beberapa di antaranya, kata Bhima, diketahui telah mengembangkan bisnisnya secara luas dan tidak membayar kewajibannya untuk membayar utang.
Ia memprediksi jika 21 obligator itu dirampas asetnya untuk negara, maka setidaknya negara dapat menyita Rp 1.000 triliun.
"Prediksinya jika uang yang dipakai dari BLBI kemudian dikembangkan menjadi bisnis yang lain, maka nilainya bisa menjadi Rp 1.000 triliun. Ya mencapai segitu. Tapi ini baru prediksi sementara," katanya.
KPK diminta harus dapat menelusuri dana BLBI yang sudah dipakai oleh para peminjam dana itu. KPK harus mengejar aset para obligator tersebut, kapanpun dan dimanapun.
Namun begitu, dia mengatakan hal ini akan sulit dilakukan. Mengingat, dana BLBI sudah lama dikucurkan dan alirannya, tidak akan mudah ditemui.
"Harus kerja sama dengan kementerian keuangan dan juga PPATK. Memang sulit, tapi bisa dilakukan," tukas Bhima.
Jika, hal itu sama sekali tidak dilakukan, maka negara akan terus membayar utang BLBI sampai jatuh tempo pada 2043 mendatang termasuk dengan bunga yang diberikan. (syam/TN)
Pengamat Ekonomi Indef: KPK Harus Tuntas Mengejar Aset Obligator BLBI
Reviewed by samsul huda
on
January 01, 2018
Rating:
Post a Comment