Kasus OTT di PN Tangerang, MA: Binasakan Hakim Yang Tak Bisa Dibina
TOPNEWS – Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) Bidang Pengawasan Sunarto, mengapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penangkapan terhadap hakim dan panitera di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten.
Sunarto mengaku, bahwa dengan OTT itu, MA sangat terbantu dalam membersihkan lembaga peradilan dari perilaku-perilaku koruptif.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada KPK yang telah membantu MA, yaitu turut melakukan pembersihan oknum MA yang punya karakter tidak terpuji," kata Sunarto di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (13/3/2018).
Sunarto hadir bersama Juru Bicara MA Suhadi, berkaitan dengan tertangkapnya dua pejabat PN Tangerang oleh KPK melalui OTT.
Menurut Sunarto, pihaknya telah sejak lama bekerja sama dengan KPK. Alhasil, sejauh ini telah memetakan siapa saja oknum peradilan yang dalam monitornya.
"Jadi kami memberi apresiasi sangat tinggi karena KPK konsisten dengan janji dan tekadnya menjaga integritas hakim," kata Sunarto.
Ia mengaku tak habis pikir dengan perilaku pejabat peradilan yang korup. Pasalnya, MA sudah berupaya memperbaiki sistem internal bahkan menerbitakan sejumlah regulasi.
"Perubahan yang dilakukan MA tidak memberi toleransi atas pelanggaran. Tapi tetap ada aparatur MA yang keluar dari komitmen menodai profesinya. Maka yang tidak bisa dibina, dibinasakan," ujar Sunarto.
Suhadi dalam kesempatan sama, juga menyesalkan masih ada hakim yang menerima suap di tengah upaya reformasi peradilan yang dilakukan MA.
Dia lantas mempertanyakan penyebab seorang hakim dengan mudah mengorbankan kariernya demi uang haram. Apalagi dalam kasus KPK ini, Hakim Wahyu Widya Nurfitri dan Panitera Pengganti, Tuti Atika, hanya menerima Rp 30 juta.
"Nilainya sangat kecil kok mau-maunya nanggung risiko, mengorbankan nama baik keluarga dan lembaga," kata Suhadi.
Dia berharap ini peristiwa yang terakhir, sebab bila tidak akan terus meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap citra peradilan. "Jadi mudah-mudahan ini yang terakhir," ujarnya.
Selain menjerat hakim Wahyu dan panitera Tuti, tim KPK juga menjerat dua orang advokat, Agus Wiratno dan HM Saipudin.
Mereka diduga melakukan praktik suap berkaitan dengan pemulusan vonis perkara perdata yang tengah berjalan di PN Tangerang, Banten. (syam/TN)
Sunarto mengaku, bahwa dengan OTT itu, MA sangat terbantu dalam membersihkan lembaga peradilan dari perilaku-perilaku koruptif.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada KPK yang telah membantu MA, yaitu turut melakukan pembersihan oknum MA yang punya karakter tidak terpuji," kata Sunarto di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (13/3/2018).
Sunarto hadir bersama Juru Bicara MA Suhadi, berkaitan dengan tertangkapnya dua pejabat PN Tangerang oleh KPK melalui OTT.
Menurut Sunarto, pihaknya telah sejak lama bekerja sama dengan KPK. Alhasil, sejauh ini telah memetakan siapa saja oknum peradilan yang dalam monitornya.
"Jadi kami memberi apresiasi sangat tinggi karena KPK konsisten dengan janji dan tekadnya menjaga integritas hakim," kata Sunarto.
Ia mengaku tak habis pikir dengan perilaku pejabat peradilan yang korup. Pasalnya, MA sudah berupaya memperbaiki sistem internal bahkan menerbitakan sejumlah regulasi.
"Perubahan yang dilakukan MA tidak memberi toleransi atas pelanggaran. Tapi tetap ada aparatur MA yang keluar dari komitmen menodai profesinya. Maka yang tidak bisa dibina, dibinasakan," ujar Sunarto.
Suhadi dalam kesempatan sama, juga menyesalkan masih ada hakim yang menerima suap di tengah upaya reformasi peradilan yang dilakukan MA.
Dia lantas mempertanyakan penyebab seorang hakim dengan mudah mengorbankan kariernya demi uang haram. Apalagi dalam kasus KPK ini, Hakim Wahyu Widya Nurfitri dan Panitera Pengganti, Tuti Atika, hanya menerima Rp 30 juta.
"Nilainya sangat kecil kok mau-maunya nanggung risiko, mengorbankan nama baik keluarga dan lembaga," kata Suhadi.
Dia berharap ini peristiwa yang terakhir, sebab bila tidak akan terus meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap citra peradilan. "Jadi mudah-mudahan ini yang terakhir," ujarnya.
Selain menjerat hakim Wahyu dan panitera Tuti, tim KPK juga menjerat dua orang advokat, Agus Wiratno dan HM Saipudin.
Mereka diduga melakukan praktik suap berkaitan dengan pemulusan vonis perkara perdata yang tengah berjalan di PN Tangerang, Banten. (syam/TN)
Kasus OTT di PN Tangerang, MA: Binasakan Hakim Yang Tak Bisa Dibina
Reviewed by samsul huda
on
March 16, 2018
Rating:
Post a Comment