KPK: Pilkada Jangan Kembalikan ke DPRD Tapi Sumber Korupsinya Yang Harus Diteliti
JAKARTA (TopNews) – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, bahwa pihaknya telah membuktikan, dalam sejumlah kasus yang ditangani, kewenangan pembentukan regulasi di DPRD, anggaran, bahkan pengawasan diselewengkan dengan imbalan sejumlah uang.
Ia mengataka, KPK harus lebih cermat dan mendalam melakukan kajian sebelum menyimpulkan sesuatu. Menurutnya, langkah memperbaiki sumber korupsi lebih tepat ketimbang mengubah sistem pemilihan.
Jika biaya kontestasi politik dinilai tinggi dan hal itu menjadi masalah, tentu hal tersebut yang harus diteliti dan diselesaikan, bukan justru kembali ke masa lalu dengan menyerahkan pemilihan kepala daerah kepada anggota DPRD.
Ia membantah, bahwa KPK tak pernah mengusulkan pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Kami tegaskan hal itu, tidak benar. KPK tidak pernah menyimpulkan, apalagi mengusulkan, agar kepala daerah dipilih DPRD," kata Febri di kantornya Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/ 2018).
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, KPK mengusulkan pilkada kembali dilakukan lewat DPRD. Usulan itu datang dari Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Febri menuturkan sistem pemilihan kepala daerah tak bisa dikambinghitamkan sebagai penyebab korupsi. Menurut dia, korupsi dapat terjadi saat kepala daerah dipilih DPRD atau dipilih rakyat secara langsung.
Terlebih lagi, saat ini terdapat sekitar 122 anggota DPRD yang telah diproses KPK dalam kasus korupsi. Mereka tersebar di sejumlah daerah dengan perincian di DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara, masing-masing satu orang. Di Bengkulu dan Jawa Barat masing-masing empat orang, Kalimantan Selatan dan Lampung masing-masing dua orang.
Sementara itu, di Jawa Tengah terdapat lima anggota DPRD yang ditangkap dan di Jawa Timur 25 orang. Di Riau dan Sumatera Selatan masing-masing 13 anggota. Sedangkan di Sumatera Utara jumlahnya mencapai 50 orang yang ditangkap KPK. (syam/TN)
Ia mengataka, KPK harus lebih cermat dan mendalam melakukan kajian sebelum menyimpulkan sesuatu. Menurutnya, langkah memperbaiki sumber korupsi lebih tepat ketimbang mengubah sistem pemilihan.
Jika biaya kontestasi politik dinilai tinggi dan hal itu menjadi masalah, tentu hal tersebut yang harus diteliti dan diselesaikan, bukan justru kembali ke masa lalu dengan menyerahkan pemilihan kepala daerah kepada anggota DPRD.
Ia membantah, bahwa KPK tak pernah mengusulkan pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Kami tegaskan hal itu, tidak benar. KPK tidak pernah menyimpulkan, apalagi mengusulkan, agar kepala daerah dipilih DPRD," kata Febri di kantornya Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/4/ 2018).
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, KPK mengusulkan pilkada kembali dilakukan lewat DPRD. Usulan itu datang dari Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Febri menuturkan sistem pemilihan kepala daerah tak bisa dikambinghitamkan sebagai penyebab korupsi. Menurut dia, korupsi dapat terjadi saat kepala daerah dipilih DPRD atau dipilih rakyat secara langsung.
Terlebih lagi, saat ini terdapat sekitar 122 anggota DPRD yang telah diproses KPK dalam kasus korupsi. Mereka tersebar di sejumlah daerah dengan perincian di DKI Jakarta, Jambi, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara, masing-masing satu orang. Di Bengkulu dan Jawa Barat masing-masing empat orang, Kalimantan Selatan dan Lampung masing-masing dua orang.
Sementara itu, di Jawa Tengah terdapat lima anggota DPRD yang ditangkap dan di Jawa Timur 25 orang. Di Riau dan Sumatera Selatan masing-masing 13 anggota. Sedangkan di Sumatera Utara jumlahnya mencapai 50 orang yang ditangkap KPK. (syam/TN)
KPK: Pilkada Jangan Kembalikan ke DPRD Tapi Sumber Korupsinya Yang Harus Diteliti
Reviewed by samsul huda
on
April 10, 2018
Rating:
Post a Comment