KPK Temukan Praktik Korupsi Jual Beli Suara Menjelang Pilkada Serentak 2020
GTOPNEWS.COM – KPK menemukan praktik kotor menjelang Pilkada Serentak 2020. Demikian dikatakan Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (15/9/2020).
Pilkada itu rencananya digelar 9 Desember 2020 diikuti 270 kepala daerah.
Dari jumlah itu, 9 di antaranya merupakan pemilihan calon gubernur dan
wakilnya, dan 224 pemilihan bupati dan wakilnya, dan 37 merupakan pemilihan
wali kota dan wakilnya.
Firli mensinyalir masih ada upaya mengotori
Pilkada Serentak 2020 di tengah penanganan pandemi Covid-19 itu, dengan
praktik-praktik korupsi dalam bentuk suap, gratifikasi, jual beli suara, dan
keterlibatan cukong untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu.
"Suap, gratifikasi, jual-beli
suara, hingga keterlibatan cukong sebagai pemodal bagi pasangan calon kepala
daerah, memang mewarnai hampir perhelatan pemilu," ujarnya.
Untuk mencegah pihaknya membangun dan
menerapkan konsep three prongs approaches yaotu pendekatan represif, pendekatan
pencegahan, dan pendekatan edukasi, dan menggunakan masyarakat untuk
mendapatkan informasi.
Firli menyatakan, setiap informasi dari
masyarakat akan ditindaklanjuti oleh Keduputian Pencegahan. Setidaknya agar
pesta Pilkada Serentak 2020 benar-benar bersih dari oknum - oknum tertentu.
"Jangan pernah berfikir, bahwa KPK akan
kesulitan memantau pergerakan tindak pidana korupsi dalam perhelatan pilkada
serentak 2020 di 270 daerah, 9 di provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota,"
kata Firli.
Terkait pencegahan anggaran Covid-19, pihaknya
mengidentifikasi 4 potensi korupsi pada penanganan Covid-19, sekaligus membuat
4 langkah antisipasi yang dapat dilihat di aplikasi Jaga Bansos.
Empat potensi itu adalah potensi korupsi
pengadaan barang/Jasa mulai dari kolusi, mark-up harga, kickback, konflik
kepentingan dan kecurangan. Kemudian potensi korupsi filantropi atau sumbangan
pihak ketiga. Potensi korupsi pada proses refocusing dan realokasi anggaran
Covid-19 untuk APBN dan APBD.
Keempat potensi korupsi penyelenggaraan
bantuan sosial oleh pemerintah pusat dan daerah.
Dalam hal ini KPK telah mengidentifikasi
adanya titik rawan pada pendataan penerima, klarifikasi dan validasi data,
belanja barang, distribusi bantuan, dan pengawasan. (syam/TN)
Post a Comment