Presiden Teken Perpres Supervisi Tipikor, KPK Bisa Ambil Alih Kasus di Polri dan Kejaksaan
GTOPNEWS.COM - Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tipikor), Rabu (28/10/2020). Dalam beleid itu, KPK dinyatakan berwenang mengambil alih kasus korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan. Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 9 Ayat 1 Perpres No 102 Tahun 2020 yang merupakan peraturan turunan dari Pasal 10 ayat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Berdasarkan hasil Supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani
oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, KPK berwenang
mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan/ atau Kejaksaan Republik Indonesia,"
demikian bunyi ketentuan tersebut.
Adapun dalam melakukan pengambilalihan perkara korupsi, KPK
memberitahukan kepada penyidik dan atau penuntut umum yang menangani perkara itu.
Ketika KPK menyatakan hendak mengambil alih perkara berdasarkan penelaahan
penanganan perkara bersama sebelumnya, Polri dan Kejaksaan wajib menyerahkan
tersangka dan atau terdakwa beserta seluruh berkas perkara dan alat bukti serta
dokumen lain yang diperlukan.
Penyerahan tersangka dan atau terdakwa beserta berkas-berkasnya paling
lama 14 hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK. "Penyerahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani
berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan atau Kejaksaan Republik Indonesia pada saat penyerahan
tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," demikian lanjut
beleid tersebut.
Adapun dalam Pasal 10 UU KPK, KPK dinyatakan berhak mengambil alih
perkara korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan bila laporan masyarakat
mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak
pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat
dipertanggungiawabkan.
Selain itu perkara bisa diambil alih jika penanganan tindak pidana
korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang
sesungguhnya, lalu bila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur
tindak pidana korupsi, kemudian bila ada hambatan penanganan tindak pidana
korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau
legislatif.
Kemudian, perkara bisa diambil alih KPK bila ada keadaan lain yang
menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana
korupsi sulit dilaksanakan secara baik. (syam/TN)
Post a Comment