Kronologi Suap Perizinan Benih Lobster yang Menjerat Menteri Edhy Prabowo
GTOPNEWS.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo diduga menerima suap perizinan ekspor benih lobster. Dari kasus itu, menyebabkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut ditangkap Tim Satgas KPK dan ditahan bersama empat tersangka lainnya.
Wakil Ketua KPK Nawawi
Pomolango mengatakan Edhy Prabowo diselidiki KPK sejak Mei 2020. Karena saat itu
dia akan menghidupkan kran ekspor benih lobster yang sebelumnya ditutup.
Berikut kronologinya: setelah
kran ekspor benih itu dibuka Kementerian Kelautan dan Perikanan, KPK mendapati
indikasi korupsi dalam perizinan ekspor benur tersebut.
Maka Edhy Prabowo dan
rombongannya ditangkap melalui OTT KPK di
Bandara Soetta Cengkareng, Rabu (25/11/2020) pouku 00.30 WIB dini hari.
Saat itu Edhy Prabowo baru
saja turun dari pesawat dari kunjungan kerjanya ke Hawaii, Amerika Serikat (AS).
Nawawi mengatakan total
ada 17 orang yang diamankan KPK termasuk istri Edhy Prabowo bernama Iis Rosyati
Dewi, anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra.
"Para pihak itu selanjutnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih
KPK untuk dilakukan pemeriksaan," kata Nawawi Pomolango dalam konferensi
pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kamis (26/11/2020) dini hari tadi.
Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan dinilai KPK punya kewenangan
membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara. Tapi kewenangan
itu disaahgunakan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan golongannya.
Nawawi mengatakan, Menteri Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan
Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas atau Due Diligence Perizinan
Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada tanggal 14 Mei 2020.
Andreau Pribadi Misanta ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas
atau Due Diligence itu dan Safri sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas
atau Due Diligence. Keduanya merupakan Staf Khusus Menteri KKP. Tugas tim salah
satunya adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon
eksportir benur.
Kemudian awal Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito
menemui Safitri di lantai 16 Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Suharjito diberitahu bahwa ekspor benur hanya dapat melalui PT Aero Citra
Kargo atau PT ACK sebagai forwarder dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Suharjito melalui PT DPP tertarik mendaftar jadi eksportir benur. Maka dia melakukan
transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564.
Nawawi mengatakan berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri
dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy
Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
‘’Uang yang masuk ke rekening PT ACK itu, diduga berasal dari beberapa
perusahaan eksportir benur. Uang tersebut dipindahkan ke rekening Amri dan
Ahmad Bahtiar masing-masing totalnya Rp 9,8 miliar,’’ ujar Nawawi.
Pada 5 November 2020 Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening salah satu bank
atas nama Ainul Faqih sebagai staf istri Menteri KKP sebesar Rp 3,4 miliar.
Uang ini digunakan untuk keperluan
Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau Pribadi Misanta berbelanja
di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November membeli jam tangan
Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, dan baju Old Navy sebesar Rp 750 juta.
Selain itu, lanjut Wakil Ketua KPK Nawawi, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo
diduga menerima USD 100.000 dari Suharjito yang diterima melalui Safri dan
Amiril Mukminin. Dan menerima Rp 436 juta yang diterima stafsus Safri dan
Andreau Misanta. (syam/TN)
Post a Comment