Bupati HSU Abdul Wahid Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Suap Proyek TA 2021
GTOPNEWS.COM – Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan (Kalsel) Abdul Wahid ditetapkan KPK sebagai tersangka suap proyek-proyek pengadaan barang dan jasa tahun anggaran (TA) 2021.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa KPK telah
mengumpulkan informasi, data, dan keterangan dugaan tindak pidana korupsi (TPK)
yang dilakukan Bupati HSU Abdul Wahid. Kemudian KPK melakukan penyelidikan.
‘’Dari penyelidikan itu ditemukan bukti permulaan yang
cukup. Kini KPK meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan,"
kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta
Selatan, Kamis (18/11/2021).
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam OTT itu, KPK mengamankan 7 orang. Tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka
kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa dalam dua proyek Rehabilitasi Jaringan
Irigasi DIR di dua desa Kabupaten HSU.
Ketiganya adalah Maliki selaku Plt Kadinas PUPR
Kabupaten HSU sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna
anggaran (KPA). Kemudian Marhaini selaku Direktur CV Hanamas, dan Fachriadi
selaku Direktur CV Kalpataru.
Abdul Wahid adalah Bupati HSU dua periode menunjuk
Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten HSU. Jabatan itu diduga membayar
ke Bupati Abdul Wahid.
"Pembayarannya dilakukan di rumah MK (Maliki) sekitar
Desember 2018 melalui ajudan bupati, AW," kata Firli.
Awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid awal 2021 melaporkan
dokumen plotting hasil lelang paket pekerjaan pengairan Dinas PUPR tahun 2021.
Dalam dokumen itu, Maliki mencatat nama-nama para kontraktor yang akan
dimenangkan dalam lelang proyek – proyek di Dinas PUPR tersebut.
Bupati Abdul Wahid minta fee dari setiap proyek itu, sebesar
10%. Dan Maliki sendiri dialokasikan sebesar 5%.
Bupati Abdul Wahid juga menerima fee dari kontraktor MRH
(Marhaini) dan FH (Fachriadi) melalui Plt Kadinas PUPR Maliki sebesar Rp 500
juta.
Abdul Wahid diduga juga menerima fee dari yang lain
dari beberapa proyek lainnya. Yaitu tahun 2019 Rp 4,6 Miliar, tahun 2020 Rp 12
Miliar, dan tahun 2021 Rp 1,8 Miliar.
Sebagian uang itu dalam bentuk tunai pecahan mata uang
rupiah dan mata uang asing telah diamankan penyidik KPK. Saat ini uang tersebut
masih dihitung.
Atas perbuatannya Abdul Wahid disangkakan melanggar
Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP. (syam/TN)
Post a Comment